Sabtu, 21 Januari 2012

Pranikah Persiapan Muslimah Menjelang Pernikahan Permasalahan dan Kiat-kiat Menghadapinya

       Sebagai seorang muslimah, kita semua tentu mengharapkan pada saatnya nanti akan bertemu dengan pendamping yang akan menjadi pemimpin dalam rumah tangga kita. Harapannya adalah, dapat membentuk sebuah keluarga yang sakinah,
mawwadah warrahmah. Berikut ini adalah sebuah artikel yang bagus untuk
disimak yang insya Allah bisa menjadi bekal bagi para muslimah pada
khususnya, juga seluruh muslimin dan muslimat dimanapun berada pada
umumnya, mengenai apa yang harus dipersiapkan menjelang pernikahan.
Silahkan disimak.
1. Pendahuluan. Allah telah menciptakan segala sesuatu secara berpasang-pasangan, tetumbuhan, pepohonan, hewan, semua Allah ciptakan dalam sunnah keseimbangan & keserasian. Begitupun dengan manusia, pada diri manusia berjenis laki-laki terdapat sifat kejantanan/ketegaran dan pada manusia yang berjenis wanita terkandung sifat kelembutan/kepengasihan. Sudah menjadi sunatullah bahwa antara kedua sifat tersebut terdapat unsur tarik menarik dan
kebutuhan untuk saling melengkapi.
Untuk merealisasikan terjadinya kesatuan dari dua sifat tersebut menjadi sebuah hubungan yang benar-benar manusiawi maka Islam telah datang dengan membawa ajaran pernikahan Islam menjadikan lembaga pernikahan sebagai sarana untuk memadu kasih sayang diantara dua jenis manusia. Dengan jalan
pernikahan itu pula akan lahir keturunan secara terhormat. Maka adalah
suatu hal yang wajar jika pernikahan dikatakan sebagai suatu peristiwa
yang sangat diharapkan oleh mereka yang ingin menjaga kesucian fitrah.
Dan bahkan Rosulullah SAW dalam sebuah hadits secara tegas memberikan
ultimatum kepada ummatnya: “Barang siapa telah mempunyai kemampuan
menikah kemudian ia tidak menikah maka ia bukan termasuk umatku” (H.R.
Thabrani dan Baihaqi).
2. Persiapan Pra Nikah bagi muslimah . Seorang muslimah sholihah yang mengetahui urgensi dan ibadah pernikahan tentu saja suatu hari nanti ingin dapat bersanding dengan seorang laki-laki sholih dalam ikatan suci pernikahan. Pernikahan menuju rumah tangga samara (sakinah, mawaddah & rahmah) tidak
tercipta begitu saja, melainkan butuh persiapan-persiapan yang memadai
sebelum muslimah melangkah memasuki gerbang pernikahan.
Nikah adalah salah satu ibadah sunnah yang sangat penting, suatu mitsaqan
ghalizan (perjanjian yang sangat berat). Banyak konsekwensi yang harus
dijalani pasangan suami-isteri dalam berumah tangga. Terutama bagi
seorang muslimah, salah satu ujian dalam kehidupan diri seorang
muslimah adalah bernama pernikahan. Karena salah satu syarat yang dapat
menghantarkan seorang isteri masuk surga adalah mendapatkan ridho
suami. Oleh sebab itu seorang muslimah harus mengetahui secara mendalam
tentang berbagai hal yang berhubungan dengan persiapan-persiapan
menjelang memasuki lembaga pernikahan. Hal tersebut antara lain :
  1. Persiapan spiritual/moral (Kematangan visi keislaman) Dalam tiap diri
    muslimah, selalu terdapat keinginan, bahwa suatu hari nanti akan
    dipinang oleh seorang lelaki sholih, yang taat beribadah dan dapat
    diharapkan menjadi qowwam/pemimpin dalam mengarungi kehidupan di dunia,
    sebagai bekal dalam menuju akhirat. Tetapi, bila kita ingat firman
    Allah dalam Alqurâ’an bahwa wanita yang keji, adalah untuk laki-laki
    yang keji, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik.
    “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan
    laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan
    wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki
    yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik….” (QS An-Nuur: 26). Bila
    dalam diri seorang muslimah memiliki keinginan untuk mendapatkan
    seorang suami yang sholih, maka harus diupayakan agar dirinya menjadi
    sholihah terlebih dahulu. Untuk menjadikan diri seorang muslimah
    sholihah, maka bekalilah diri dengan ilmu-ilmu agama, hiasilah dengan
    akhlaq islami, tujuan nya bukan hanya semata untuk mencari jodoh,
    tetapi lebih kepada untuk beribadah mendapatkan ridhoNya. Dan media
    pernikahan adalah sebagai salah satu sarana untuk beribadah pula.
  2. Persiapan konsepsional (memahami konsep tentang lembaga pernikahan) Pernikahansebagai ajang untuk menambah ibadah & pahala : meningkatkan pahala dari Allah, terutama dalam Shalat Dua rokaat dari orang yang telah
    menikah lebih baik daripada delapan puluh dua rokaatnya orang yang
    bujang” (HR. Tamam). Pernikahan sebagai wadah terciptanya
    generasi robbani, penerus perjuangan menegakkan dienullah. Adapun
    dengan lahirnya anak yang sholih/sholihah maka akan menjadi penyelamat
    bagi kedua orang tuanya. Pernikahan sebagai sarana tarbiyah
    (pendidikan) dan ladang dakwah. Dengan menikah, maka akan banyak
    diperoleh pelajaran-pelajaran & hal-hal yang baru. Selain itu pernikahan juga menjadi salah satu sarana dalam berdakwah, baik dakwah ke keluarga, maupun ke masyarakat.
  3. Persiapan kepribadian Penerimaan adanya seorang pemimpin. Seorang muslimah harus faham dan sadar betul bila menikah nanti akan ada seseorang yang baru kita kenal, tetapi langsung menempati posisi sebagai seorang qowwam/pemimpin kita yang senantiasa harus kita hormati & taati. Disinilah nanti salah satu ujian pernikahan itu. Sebagai muslimah yang sudah terbiasa mandiri, maka pemahaman konsep kepemimpinan yang baik sesuai dengan syariat Islam akan menjadi modal dalam berinteraksi dengan suami. Belajar untuk mengenal (bukan untuk dikenal). Seorang laki-laki yang menjadi suami kita, sesungguhnya adalah orang asing bagi kita. Latar belakang,suku, kebiasaan semuanya sangat jauh berbeda dengan kita menjadi pemicu timbulnya perbedaan. Dan bila perbedaan tersebut tidak di atur dengan baik melalui komunikasi, keterbukaan dan kepercayaan, maka bisa jadi timbul persoalan dalam pernikahan. Untuk itu harus ada persiapan jiwa yang besar dalam menerima & berusaha mengenali suami kita.
  4. Persiapan Fisik Kesiapan fisik ini ditandai dengan kesehatan yang
    memadai sehingga kedua belah pihak akan mampu melaksanakan fungsi diri
    sebagai suami ataupun isteri secara optimal. Saat sebelum menikah, ada
    baiknya bila memeriksakan kesehatan tubuh, terutama faktor yang
    mempengaruhi masalah reproduksi. Apakah organ-organ reproduksi dapat
    berfungsi baik, atau adakah penyakit tertentu yang diderita yang dapat
    berpengaruh pada kesehatan janin yang kelak dikandung. Bila ditemukan
    penyakit atau kelainan tertentu, segeralah berobat.
  5. Persiapan Material Islam tidak menghendaki kita berfikiran
    materialistis, yaitu hidup yang hanya berorientasi pada materi. Akan
    tetapi bagi seorang suami, yang akan mengemban amanah sebagai kepala
    keluarga, maka diutamakan adanya kesiapan calon suami untuk menafkahi.
    Dan bagi fihak wanita, adanya kesiapan untuk mengelola keuangan
    keluarga. Insyallah bila suami berikhtiar untuk menafkahi maka Allah
    akan mencukupkan rizki kepadanya. Allah menjadikan bagi kamu
    isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari
    isteri-isteri kamu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki
    dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil
    dan mengingkari ni’mat Allah? (QS. 16:72) ” Dan nikahkanlah orang-orang
    yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (menikah)
    dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas
    (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. 24:32)”.
  6. Persiapan Sosial Setelah sepasang manusia menikah berarti status
    sosialnya dimasyarakatpun berubah. Mereka bukan lagi gadis dan lajang
    tetapi telah berubah menjadi sebuah keluarga. Sehingga mereka pun harus
    mulai membiasakan diri untuk terlibat dalam kegiatan di kedua belah
    pihak keluarga maupun di masyarakat. “Sembahlah Allah dan janganlah
    kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu. Dan berbuat baiklah terhadap
    kedua orang tua, kerabat-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
    miskin,”Q.S. An-Nissa: 36). Adapun persiapan-persiapan menjelang pernikahan (A hingga F) yang tersebut di atas itu tidak dapat
    dengan begitu saja kita raih. Melainkan perlu waktu dan proses belajar
    untuk mengkajinya. Untuk itu maka saat kita kini masih memiliki banyak
    waktu, belum terikat oleh kesibukan rumah tangga, maka upayakan untuk
    menuntut ilmu sebanyak-banyaknya guna persiapan menghadapi rumah tangga
    kelak.
3. Pemahaman kriteria dalam memilih atau menyeleksi calon suami
- Utamakan laki-laki yang memiliki pemahaman agama yang baik
- Bagaimana ibadah wajib laki-laki yang dimaksud
- Sejauh mana konsistensi & semangatnya dalam menjalankan syariat Islam
- Bagaimana akhlaq & kepribadiannya
- Bagaimana lingkungan keluarga & teman-temannya
Catatan
: Seorang laki-laki yang sholih akan membawa kehidupan seorang wanita
menjadi lebih baik, baik di dunia maupun kelak di akhirat .
Sekufu
- Memudahkan proses dalam beradaptasi
- Tapi ini tidak mutlak sifatnya, karena jodoh adalah rahasia Allah
- Batasan-batasan siapa yang yang terlarang untuk menjadi suami (QS 4:23-24; QS2: 221)
4. Langkah-langkah yang ditempuh dalam kaitannya untuk memilih calon
a. Menentukan kriteria calon pendamping (suami ). Diutamakan lelaki yang baik agamanya.
b.
Mengkondisikan orang tua dan keluarga , Kadang ketidaksiapan orang tua
dan keluarga bila anak gadisnya menikah menjadi suatu kendala
tersendiri bagi seorang muslimah untuk menuju proses pernikahan.
Penyebab ketidak siapan itu kadang justru berasal dari diri muslimah
itu sendiri, misalnya masih menunjukkan sikap kekanak-kanakan, belum
dapat bertanggung jawab dsb. Atau kadang dapat juga pengaruh dari
lingkungan, seperti belum selesai kuliah (sarjana) tetapi sudah akan
menikah. Hal-hal seperti ini harus diantisipasi jauh-jauh hari
sebelumnya, agar pelaksanaan menuju pernikahan menjadi lancar.
c.
Mengkomunikasikan kesiapan untuk menikah dengan pihak-pihak yang
dipercaya Kesiapan seorang muslimah dapat dikomunikasikan kepada
pihak-pihak yang dipercaya, agar dapat turut membantu langkah-langkah
menuju proses selanjutnya.
d. Taâ’aruf (Berkenalan) , Proses taâ’aruf sebaiknya dilakukan dengan cara Islami. Dalam Islam proses taâ’aruf tidak sama dengan istilah pacaran. Dalam berpacaran sudah pasti tidak bisa dihindarkan kondisi dua insan berlainan jenis yang
khalwat atau berduaan. Yang mana dapat membuka peluang terjadinya
saling pandang atau bahkan saling sentuh, yang sudah jelas semuanya
tidak diatur dalam Islam. Allah SWT berfirman “Dan janganlah kamu
mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji
dan suatu jalan yang buruk” QS 17:32).
Rasulullah SAW bersabda : “Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang perempuan, melainkan si perempuan itu bersama mahramnya”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim).
Bila kita menginginkan pernikahan kita terbingkai dalam ajaran Islami, maka semua proses yang menyertainya, seperti mulai dari mencari pasangan haruslah
diupayakan dengan cara yang ihsan & islami.
e. Bermusyawarah dengan pihak-pihak terkait , Bila setelah proses taâ’aruf
terlewati, dan hendak dilanjutkan ke tahap berikutnya, maka selanjutnya
dapat melangkah untuk mulai bermusyawarah dengan pihak-pihak yang
terkait.
f. Istikhoroh , Daya nalar manusia dalam menilai sesuatu dapat salah, untuk itu  sebagai seorang msulimah yang senantiasabersandar pada ketentuan Allah, sudah sebaiknya bila meminta petunjuk dari Allah SWT. Bila calon tersebut baik bagi diri muslimah, agama dan penghidupannya, Allah akan mendekatkan, dan bila sebaliknya maka akan dijauhkan. Dalam hal ini, apapun kelak yang terjadi, maka sikap berprasangka baik (husnuzhon) terhadap taqdir Allah harus diutamakan.
g. Khitbah , Jika keputusan telah diambil, dan sebelum menginjak
pelaksanaan nikah, maka harus didahului oleh pelaksanaan khitbah. Yaitu
penawaran atau permintaan dari laki-laki kepada wali dan keluarga fihak
wanita. Dalam Islam, wanita yang sudah dikhitbah oleh seorang lelaki,
maka tidak boleh untuk dikhitbah oleh lelaki yang lain. Dari Ibnu Umar
ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Janganlah kamu mengkhitbah wanita
yang sudah dikhitbah saudaranya, sampai yang mengkhitbah itu
meninggalkannya atau memberinya izin “(HR. Muttafaq alaihi).

5. Pentingnya mempelajari tata cara nikah sesuai dengan anjuran & syariat Islam
Sebenarnya tata cara pernikahan dalam Islam sangatlah sederhana dibandingkan tata cara pernikahan adata atau agama lain. Karena Islam sangat menginginkan
kemudahan bagi pelakunya. Untuk itu memahami tata cara pernikahan yg
islami menjadi salah satu kebutuhan pokok bagi calon pasangan muslim.
Dengan melaksanakan secara Islami, maka sebisa mungkin untuk
menghindarkan diri dari kebiasaan-kebiasaan tata cara pernikahan yang
berbau syirik menyekutukan Allah). Karena hanya kepada Allah SWT
sajalah kita memohon kelancaran, kemudahan, keselamatan dan
kelanggengan pernikahan nanti. Untuk beberapa hal yang harus kita
ketahui tentang tatacara nikah adalah masalah sbb:
a. Dewasa (baligh) & Sadar
b. Wali , “Tidak ada nikah kecuali dengan wali” (HR.Tirmidzi J.II Bukhari Muslim dalam Kitabu Nikah),
c. Mahar , “Berikanlah mahar kepada wanita-wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan” (QS: 4:4)
- Semakin ringan mahar semakin baik. Seperti sebuah hadis yang
diriwayatkan Abu Dawud dari Uqbah bin Amir : “Sebaik-baiknya mahar
adalah paling ringan (nilainya).”
- Bila tak memiliki materi, boleh berupa jasa. Semisal jasa mengajarkan beberapa ayat al-Qur’an atau ilmu-ilmu agama lainnya. Dalam sebuah hadis Rasulullah
berkata kepada seorang pemuda yang dinikahkannya : “Telah aku nikahkan
engkau dengannya (wanita) dengan mahar apa yang engkau miliki dari
Al-Quran” (HR. Bukhari dan Muslim)
d. Adanya dua orang saksi
e. Proses Ijab Qobul , Proses Ijab Qabul adalah proses perpindahan perwalian dari Ayah/Wali wanita kepada suaminya. Dan untuk kedepannya
makan yang bertanggung jawab terhadap diri wanita itu adalah suaminya.
Syarat-syarat diatas adalah ketentuan yang harus dipenuhi dalam syarat
sahnya prosesi suatu pernikahan. Selain itu dianjurkan untuk mengadakan
walimatul ‘ursy, dimana pasangan mempelai sebaiknya diperkenalkan
kepada keluarga dan lingkungan sekitar bahwa mereka telah resmi menjadi
pasangan suami isteri, sebagai antisipasi terjadinya fitnah.

6. Permasalahan seputar masalah persiapan nikah

a. Sudah siap, tetapi jodoh tidak kunjung datang Rahasia jodoh adalah
hanya milik Allah, tidak ada satu orangpun yang dapat meramalkan bila
jodohnya datang. Sikap husnuzhon amat diutamakan dalam fase menunggu
ini. Sembari terus berikhtiar dengan cara meminta bantuan orang-orang
yang terpercaya dan berdo’a
memohon pertolongan Allah. Juga upayakan
senantiasa memperbaiki dan meningkatkan kualitas diri. Hindari diri
dari berangan-angan, isilah waktu oleh kegiatan-kegiatan positif .
b. Belum siap, tetapi sudah datang tawaran Introspeksi diri, apakah yang
membuat diri belum siap ?. Cari penyebab ketidak siapan itu, tingkatkan
kepercayaan diri dan fikirkan solusinya. Sangat baik bila
mengkomunikasikan masalah ini dengan orang-orang yang dipercaya,
sehingga diharapkan dapat membantu proses penyiapan diri. Sembari terus
banyak mengkaji urgensi tentang pernikahan berikut hikmah-hikmah yang
ada di dalamnya.
7. Penutup

Agama Islam sudah sedemikian dimudahkan oleh Allah SWT, tetap masih
saja ada orang yang merasakan berat dalam melaksanakannya karena
ketidak tahuan mereka. Allah Taâ’ala telah berfirman: “Allah
menghendaki kemmudahan bagimu dan tidak menghendaki kesulitan bagimu”

(Q.S. Al-Baqarah : 185)
Kita
lihat, betapa Islam menghendaki kemudahan dalam proses pernikahan.
Proses pemilihan jodoh, dalam peminangan, dalam urusan mahar dan juga
dalam melaksanakan akad nikah. Demikianlah beberapa pandangan tentang
persiapan pernikahan dan berbagai problematikanya, juga beberapa kiat
untuk mengantisipasinya. Insyallah, jika ummat Islam mengikuti jalan
yang telah digariskan Allah SWT kepadanya, niscaya mereka akan hidup
dibawah naungan Islam yang mulia ini dengan penuh ketenangan dan
kedamaian. Wallahuâ’alamu bi showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar